Beranda Berita Di Balik Nuansa Merah Masjid Lautze 2

Di Balik Nuansa Merah Masjid Lautze 2

Melintas di Kota Bandung dari arah Jalan Lembong hingga ke persimpangan Jalan Veteran dan Jalan Sumatera, mungkin perhatian Anda akan tertuju pada sosok patung pemain sepak bola (Patung Persib) tepat di sisi perempatannya. Akan tetapi, sedikit yang tahu di seberang patung itu, tepatnya di Jalan Tamblong, terselip di antara jajaran ruko lama dan hiruk pikuk lalu lintas terdapat sebuah bangunan unik dengan nuansa oriental yang kental. Bangunan yang terbilang kecil ini memiliki arti besar untuk umat Muslim keturunan Tionghoa di Bandung, yaitu Masjid Lautze 2.

Kalau bukan karena papan nama besar yang bertuliskan “Masjid Lautze 2” mungkin orang tidak akan mengira bahwa ini merupakan salah satu masjid Muslim Tionghoa yang bermukim di Kota Bandung. dengan ornament khas Tiongkok dan dominasi warna merah, bangunan ini tampak unik di antara bangunan modern yang mengapitnya.

Bagian dalam masjid ini didominasi warna merah dengan ornamen khas China serta lampu berbentuk lampion merah segi empat. sesuai namanya, masjid ini merupakan cabang Masjid Lautze di Jakarta. Jadi, tidak mengherankan didapati beberapa foto besar seukuran 60 x 40 sentimeter memperlihatkan sang pendiri yaitu Karim Oei bersama Presiden pertama RI Soekarno.

Masjid Lautze 2 telah berdiri 20 tahun, keberadaannya menunjukkan bahwa identitas agama dan identitas budaya tidak harus berseberangan. Bahkan, dapat menyatu dengan indah. Selain itu, kehadiran masjid ini juga menunjukkan keharmonisan hubungan antaretnis di Kota Bandung. Walaupun mengedepankan identitas Tionghoa yang kental, masjid ini terbuka bagi umat islam secara umum. Bahkan, saat shalat Jumat masjid ini dipenuhi warga hingga ke trotoar jalan di depannya.

Tempat Mendalami Keislaman

Berawal dari sebuah kantor kesekertariatan sederhana milik Yayasan Haji Karim Oei (YHKO), Masjid Lautze 2 kemudian berkembang menjadi tidak hanya sebuah tempat ibadah melainkan sebuah gerbang bagi siapapun yang ingin medalami Islam baik dari kalangan etnis Tionghoa ataupun bukan. Di balik nuansa merah dan ornamennya khas Tionghoa, masjid yang berdiri pada 1997 ini justru menjadi tempat berkumpulnya umat Muslim berbagai etnis dan golongan.

Keberadaan Masjid Lautze 2 bukan hanya sebagai eksistensi identitas budaya Tionghoa di Kota Bandung tetapi juga cerminan pembauran antar etnis di Bandung.

Kebersamaan sangat jelas tercermin saat shalat Jumat tiba. Masjid kecil itu dipenuhi jamaah hingga ke trotoar di depannya. Keberadaan Masjid Lautze 2 pun begitu menyatu dengan warga sekitar sehingga ketika ada wacana untuk memindahkannya ke lokasi lain justru warga bersikeras mempertahankannya.

Berbincang santai dengan Utom, pengurus Masjid Lautze 2, YourBandung mendapatkan cerita untuk dibagi tentang mengapa masjid kecil ini begitu istimewa. Utom menjelaskan bahwa keberadaan masjid ini tidak lepas dari peran haji Abdul Karim Oei, seorang mualaf keturunan Tionghoa yang aktif memperjuangkan kemerdekaan bersama Presiden RI pertama, Ir. Soekarno dan Buya Hamka.

Untuk menghormati dan meneruskan misi dan visi beliau maka penerusnya mendirikan YHKO tahun 1991 di Jakarta. dengan visi dan misi awal sebagai pusat informasi islam dan pembinaan mualaf untuk etnis Tionghoa, yayasan tersebut kemudian melebarkan sayapnya ke Bandung dengan mendirikan cabang di kota tersebut pada 1997.

Masjid Lautze 2 awalnya adalah sebuah musala kantor yayasan. Berikutnya banyak yang ikut shalat di tempat ini hingga akhirnya didirikanlah sebuah masjid meski berukuran kecil. Tahun 2004 musala itu pun direnovasi dan kantor kesekertariatannya dipindah ke lantai 2.

Berbicara nuansa masjid ini yang bercorak sentuhan Tionghoa, Utom menjelaskan bahwa itu dimaksudkan agar mereka yang berasal dari etnis Tionghoa ingin mendalami Islam merasa nyaman dan tidak terasing dengan suasananya. Selain itu, agar mualaf yang memasuki masjid ini merasa seperti di ‘rumah’ sendiri.

Utom juga menjelaskan bahwa tampilan masjid yang khas ornamen China awalnya membuat warga mengira bahwa masjid ini hanya dikhususkan untuk etnis Tionghoa. Akan tetapi, setelah diberikan penjelasan bahwa masjid ini terbuka bagi siapa saja maka Masjid Lautze 2 pun menjadi bagian tak terpisahkan warga Jalan Tamblong, Jalan Kejaksaan, dan
sekitarnya.

Masjid ini hingga sekarang menjadi media bagi mereka yang ingin mendalami islam. Utom menjelaskan bahwa mereka dari kalangan Tionghoa yang mualaf pada akhirnya akan menjadi duta Islam bagi keluarga dan lingkungannya. Ini berarti ketika seseorang memutuskan untuk memeluk Islam bukan berarti dia menjauhi lingkungannya melainkan tetap menjaga hubungan baik dan memberikan penjelasan yang benar tentang Islam. Hal tersebut merujuk kepada tradisi budaya yang tidak berkaitan dengan ritual keagamaan. Mualaf dari etnis Tionghoa banyak yang menyempatkan diri hadir dalam beberapa tradisi seperti imlek sebagai bentuk silaturahmi. Kehadiran mualaf Tionghoa dalam lingkungannya bukan berarti ikut beribadah melainkan menunjukkan bahwa mereka masih menjadi bagian dari adat istiadat keluarga.

Keberadaan Masjid Lautze 2 bukan hanya sebagai eksistensi identitas budaya Tionghoa di Kota Bandung tetapi juga cerminan pembauran antaretnis di Bandung. Lebih dari itu, dengan nuansa Tionghoanya yang khas, masjid ini telah menjadi gerbang nyaman bagi mereka yang ingin mengenal dan mendalami Islam.